Rabu, 27 Februari 2013

Cerpen Jack The Dullard


Jack The Dullard
Di sebuah kerajaan hiduplah seorang tuan tanah .Ia mempunyai dua putra yang sangat pandai. Keduanya ingin melamar Putri Wordi. Pengumuman dari istana memang telah disebar. Bahwa Putri Wordi hanya ingin menikah dengan
pemuda yang pandai merangkai kalimat.Kedua Putra tuan tanah itu segera mempersiapkan diri. Mereka belajar berminggu-minggu. Putra sulung menghafal isi berbagai kamus. Dan menghafal isi koran yang terbit tiga tahun terakhir. Putra kedua menghafal berbagai buku hukum. Ia juga berlatih berdebat di pengadilan.
            Pada hari yang ditentukan, kedua pemuda itu bersiap menuju istana. Tuan tanah itu member mereka masing-masing seekor kuda yang gagah. Mereka langsung menungganginya. Bersamaan dengan itu, muncullah putra ketiga. Ya! Tuan tanah itu sebenarnya mempunyai tiga putra! Namun putra ketiga ini tak pernah diperhitungkan. Sebab ia tidak terpelajar seperti kedua kakaknya. Orang-orang memanggilnya Jack The Dullard. Artinya “Jack yang Bodoh”.
            “Hei! Mau kemana kalian? Rapi sekali!” sapa Jack the Dullard. “Kami mau ke istana, untuk melamar Putri Wordi. Apa kamu tidak dengar pengumuman yang disebar seluruh negeri ini?” tanya Putra Sulung. “Ya ampun! Kalau begitu, aku harus ikut!” seru Jack the Dullard. Kedua kakaknya terbahak lalu pergi meninggalkannya. “Ayaaah! Aku juga ingin punya kuda. Aku juga ingin melamar Putri Wordi,” Jack the Dullard merayu ayahnya. Namun, “Jangan bicara yang aneh-aneh,” bentak pria tua itu. “Kamu tidak akan saya kasih kuda. Kamu tidak akan saya kasih kuda. Kamu kan tidak bisa merangkai kata-kata dengan baik. Kamu itu lain dengan kedua kakakmu yang pandai!”
            “Baiklah! kalau begitu, aku akan menunggang si Ambing, kambing kepunyaanku,”ujar Jack the Dullard tetap riang. “Hiaaaa! hiaaaa!” Jack the Dullard betul-betul menunggangi kambingnya. Ia menuruni lembah seperti kilat. Kedua kakaknya akhirnya tersusul. “Hei lihat! Aku tadi dapat ini di jalanan,” sapanya sambil memperlihatkan seekor gagak mati. “Bodoh! Untuk apa bangkai itu?” tanya putra Sulung. “Akan kuberikan pada Putri,”jawab Jack. Kedua kakaknya terbahak, lalu meninggalkannya. Tak lama kemudian, Jack berhasil menyusul kedua kakaknya.
“Lihat! jarang-jarang bisa dapat benda ini di jalan,” serunya gembira. “Bodoh! itukan sebuah sepatu kayu tua yang talinya sudah putus. Apa itu juga akan kau berikan pada Putri Wordi?”Tanya putra kedua. “Tentu saja!,” jawab Jack the Dullard. Kedua kakaknya terbahak, lalu meninggalkannya jauh dibelakang. Namun, Jack berhasil menyusul mereka lagi. “Hei aku datang lagi, kak! yang kutemukan kali ini, betul-betul keren! Putri Wordi pasti senang menerimanya!” serunya. “Bodoh itu kan hanya tanah!” ejek kedua kakaknya. “Ya, tapi ini tanah yang bagus. Sangat basah. Bisa mengalir jatuh di antara jari-jari..” Jack the Dullard lalu mengisi kantongnya dengan tanah itu. Kedua kakaknya terbahak, lalu meninggalkannya.
Kedua putra tuan tanah itu akhirnya tiba di istana. Disana telah ada antrean panjang pemuda yang ingin melamar putrid. Rakyat yang menonton acara itu berkerumunan di jendela-jendela istana. Mereka melihat pelamar-pelamar yang menghadap putrid di aula istana. Semua pelamar kehilangan kata-kata begitu ditanya Putri Wordi. Kalau sudah begitu, sang putri akan berkata, “Ah, pemuda ini payah! Bawa dia keluar!”
Putra Sulung akhirnya mendapat giliran. Ketika memasuki aula istana, lututnya agak gemetar. Aula itu sangat besar dan dipenuhi kaca. Ia bisa melihat dirinya di dinding. Di dekat jendela, ada empat juru tulis. Mereka akan menulis setiap kata yang terucap olehnya. Dan akan menerbitkannya di Koran besok pagi. Keringat dingin Putra Sulung mulai bercucuran. “Oh panas sekali disini..” ujarnya memberanikan diri. “Iya! hari ini ayahku akan memanggang ayam,”jawab sang putri. “Ngg..” Putra Sulung berdiri ternganga. Ia tidak siap dengan percakapan seperti itu.
“Nggg..” Putra Sulung berusaha untuk bicara, namun tak berhasil. “Ah payah! bawa keluar!”. Putra Sulung keluar dengan gontai. Kini giliran Putra Kedua. “Wah hangat sekali disini,” komentar Putra kedua saat masuk. “Ya, hari ini kami sedang mamanggang ayam!” jawab Putri. “Ow, apakah…” Para juru tulis cepat-cepat menulis, “Ow, apakah..”. “Ngg…. apakah..” Putra kedua kehilangan kata-kata. “Ah payah! bawa dia ke luar!” perintah putri.
Akhirnya tiba giliran Jack the Dullard. Ia mengendarai kambingnya memasuki aula istana. “Ya ampun, panasnya disini!” celetuk Jack. “Iya, soalnya saya sedang mamanggang ayam,” sambar putri. “Wah kebetulan saya juga ingin memanggang burung gagak saya. Apa boleh?” lanjut Jack. “Oh silahkan! tapi, apa kamu punya wadah untuk memasak? Soalnya saya tidak punya panci atau wajan,” timpal Putri. “Tentu saja saya punya. Ini wajan dengan pegangan dari timah,” Jack mengeluarkan sepatu kayu tuanya. Dan meletakkan gagak itu didalamnya.
“Wah, wajan yang bagus. Tapi kamu mau kasih saos apa?”Tanya Putri. “Tenang! saya punya saos di kantong,” ujar Jack the Dullard merogoh tanah kantongnya. Lalu ditaburi diatas gagaknya. “Oh hebat! kalau begitu kamulah yang cocok menjadi suami saya. Kamu telah menjawab semua pertanyaan dengan lancer,” seru Putri Wordi gembira.
Akhirnya Jack the Dullard berhasil menjadi raja. Ia menerima mahkota, dan mendapatkan Putri Wordi sebagai istri. Berita hangat ini didapat para juru tulis. Saat cerita ini terjadi, mereka menyaksikannya dari dekat jendela istana.

(Disadur dari  Jack the Dillard.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar