Jack The Dullard
Di sebuah kerajaan
hiduplah seorang tuan tanah .Ia mempunyai dua putra yang sangat pandai.
Keduanya ingin melamar Putri Wordi. Pengumuman dari istana memang telah
disebar. Bahwa Putri Wordi hanya ingin menikah dengan
pemuda yang pandai merangkai kalimat.Kedua Putra tuan tanah itu segera mempersiapkan diri. Mereka belajar berminggu-minggu. Putra sulung menghafal isi berbagai kamus. Dan menghafal isi koran yang terbit tiga tahun terakhir. Putra kedua menghafal berbagai buku hukum. Ia juga berlatih berdebat di pengadilan.
pemuda yang pandai merangkai kalimat.Kedua Putra tuan tanah itu segera mempersiapkan diri. Mereka belajar berminggu-minggu. Putra sulung menghafal isi berbagai kamus. Dan menghafal isi koran yang terbit tiga tahun terakhir. Putra kedua menghafal berbagai buku hukum. Ia juga berlatih berdebat di pengadilan.
Pada
hari yang ditentukan, kedua pemuda itu bersiap menuju istana. Tuan tanah itu
member mereka masing-masing seekor kuda yang gagah. Mereka langsung menungganginya.
Bersamaan dengan itu, muncullah putra ketiga. Ya! Tuan tanah itu sebenarnya
mempunyai tiga putra! Namun putra ketiga ini tak pernah diperhitungkan. Sebab
ia tidak terpelajar seperti kedua kakaknya. Orang-orang memanggilnya Jack The Dullard. Artinya “Jack yang Bodoh”.
“Hei!
Mau kemana kalian? Rapi sekali!” sapa Jack the Dullard. “Kami mau ke istana,
untuk melamar Putri Wordi. Apa kamu tidak dengar pengumuman yang disebar
seluruh negeri ini?” tanya Putra Sulung. “Ya ampun! Kalau begitu, aku harus ikut!”
seru Jack the Dullard. Kedua kakaknya terbahak lalu pergi meninggalkannya.
“Ayaaah! Aku juga ingin punya kuda. Aku juga ingin melamar Putri Wordi,” Jack
the Dullard merayu ayahnya. Namun, “Jangan bicara yang aneh-aneh,” bentak pria
tua itu. “Kamu tidak akan saya kasih kuda. Kamu tidak akan saya kasih kuda.
Kamu kan tidak bisa merangkai kata-kata dengan baik. Kamu itu lain dengan kedua
kakakmu yang pandai!”
“Baiklah!
kalau begitu, aku akan menunggang si Ambing, kambing kepunyaanku,”ujar Jack the
Dullard tetap riang. “Hiaaaa! hiaaaa!” Jack the Dullard betul-betul menunggangi
kambingnya. Ia menuruni lembah seperti kilat. Kedua kakaknya akhirnya tersusul.
“Hei lihat! Aku tadi dapat ini di jalanan,” sapanya sambil memperlihatkan
seekor gagak mati. “Bodoh! Untuk apa bangkai itu?” tanya putra Sulung. “Akan
kuberikan pada Putri,”jawab Jack. Kedua kakaknya terbahak, lalu
meninggalkannya. Tak lama kemudian, Jack berhasil menyusul kedua kakaknya.
“Lihat!
jarang-jarang bisa dapat benda ini di jalan,” serunya gembira. “Bodoh! itukan
sebuah sepatu kayu tua yang talinya sudah putus. Apa itu juga akan kau berikan
pada Putri Wordi?”Tanya putra kedua. “Tentu saja!,” jawab Jack the Dullard.
Kedua kakaknya terbahak, lalu meninggalkannya jauh dibelakang. Namun, Jack
berhasil menyusul mereka lagi. “Hei aku datang lagi, kak! yang kutemukan kali
ini, betul-betul keren! Putri Wordi pasti senang menerimanya!” serunya. “Bodoh
itu kan hanya tanah!” ejek kedua kakaknya. “Ya, tapi ini tanah yang bagus.
Sangat basah. Bisa mengalir jatuh di antara jari-jari..” Jack the Dullard lalu
mengisi kantongnya dengan tanah itu. Kedua kakaknya terbahak, lalu
meninggalkannya.
Kedua putra tuan
tanah itu akhirnya tiba di istana. Disana telah ada antrean panjang pemuda yang
ingin melamar putrid. Rakyat yang menonton acara itu berkerumunan di
jendela-jendela istana. Mereka melihat pelamar-pelamar yang menghadap putrid di
aula istana. Semua pelamar kehilangan kata-kata begitu ditanya Putri Wordi.
Kalau sudah begitu, sang putri akan berkata, “Ah, pemuda ini payah! Bawa dia
keluar!”
Putra Sulung
akhirnya mendapat giliran. Ketika memasuki aula istana, lututnya agak gemetar.
Aula itu sangat besar dan dipenuhi kaca. Ia bisa melihat dirinya di dinding. Di
dekat jendela, ada empat juru tulis. Mereka akan menulis setiap kata yang
terucap olehnya. Dan akan menerbitkannya di Koran besok pagi. Keringat dingin
Putra Sulung mulai bercucuran. “Oh panas sekali disini..” ujarnya memberanikan
diri. “Iya! hari ini ayahku akan memanggang ayam,”jawab sang putri. “Ngg..”
Putra Sulung berdiri ternganga. Ia tidak siap dengan percakapan seperti itu.
“Nggg..” Putra
Sulung berusaha untuk bicara, namun tak berhasil. “Ah payah! bawa keluar!”.
Putra Sulung keluar dengan gontai. Kini giliran Putra Kedua. “Wah hangat sekali
disini,” komentar Putra kedua saat masuk. “Ya, hari ini kami sedang mamanggang
ayam!” jawab Putri. “Ow, apakah…” Para juru tulis cepat-cepat menulis, “Ow, apakah..”. “Ngg…. apakah..” Putra
kedua kehilangan kata-kata. “Ah payah! bawa dia ke luar!” perintah putri.
Akhirnya tiba
giliran Jack the Dullard. Ia mengendarai kambingnya memasuki aula istana. “Ya
ampun, panasnya disini!” celetuk Jack. “Iya, soalnya saya sedang mamanggang
ayam,” sambar putri. “Wah kebetulan saya juga ingin memanggang burung gagak
saya. Apa boleh?” lanjut Jack. “Oh silahkan! tapi, apa kamu punya wadah untuk
memasak? Soalnya saya tidak punya panci atau wajan,” timpal Putri. “Tentu saja
saya punya. Ini wajan dengan pegangan dari timah,” Jack mengeluarkan sepatu
kayu tuanya. Dan meletakkan gagak itu didalamnya.
“Wah, wajan yang
bagus. Tapi kamu mau kasih saos apa?”Tanya Putri. “Tenang! saya punya saos di
kantong,” ujar Jack the Dullard merogoh tanah kantongnya. Lalu ditaburi diatas
gagaknya. “Oh hebat! kalau begitu kamulah yang cocok menjadi suami saya. Kamu
telah menjawab semua pertanyaan dengan lancer,” seru Putri Wordi gembira.
Akhirnya Jack the
Dullard berhasil menjadi raja. Ia menerima mahkota, dan mendapatkan Putri Wordi
sebagai istri. Berita hangat ini didapat para juru tulis. Saat cerita ini terjadi,
mereka menyaksikannya dari dekat jendela istana.
(Disadur dari
Jack the Dillard.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar